Sebenarnya artikel ini untuk menjawab pertanyaan salah satu teman blogger, "Bagaimana menghadapi pertanyaan anak seputar kematian, mba? ibunya sampai pusing menjawabnya." Kira-kira begitu bentuk pertanyaannya, soalnya sudah lama juga jadi agak lupa persisnya. Sulit juga mencari referensi soal hal ini. Di Qatar sini kalau ada teman atau orang Indonesia yang meninggal, biasanya jenazah dikirim ke Indonesia. Jadi anak-anakku sendiri juga belum pernah secara langsung melihat orang meninggal disini, lengkap sampai pemakaman selesai. Berbeda dengan di Indonesia, melihat secara langsung, mungkin keterangan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami oleh anak-anak.
Berikut ini artikel lengkap mengenai reaksi anak-anak terhadap kematian. Artikel ini juga untuk diriku sendiri yang masih belajar menjadi orang tua yang baik. Mudah-mudahan sudah bisa menjawab semua pertanyaan anak tentang kematian, kalaupun ada yang kurang silakan menulis di kolom komentar.
KETIKA terjadi kematian anggota keluarga, anak-anak sering menanggapinya dengan cara yang tidak terduga, membuat orang-orang dewasa bingung dan ragu-ragu bagaimana mendekati mereka untuk membantu mengatasi rasa dukanya. Karena anak-anak yang masih kecil kurang bisa menangkap konsep-konsep abstrak, kebanyakan psikolog perkembangan menganggap anak-anak yang umurnya kurang dari dua tahun belum bisa memahami konsep kematian.
Orang tua yang khawatir bagaimana mengatasi duka anak-anak musti memahami tahap-tahap perkembangan setiap anaknya. Lebih baik menjawab hanya pertanyaan yang anak-anak ajukan. Kita sering menganggap anak-anak meminta informasi lebih banyak daripada yang bisa mereka cerna.
Yakinkan pada anak bahwa Anda akan selalu ada pada saat mereka membutuhkan. Dengarkan pertanyaan mereka, jawablah dengan ringkas, jujur (sesuai kebenaran), bersikap terbuka. Kalau anak puas dengan jawaban Anda, tunggulah sampai ia bertanya lebih lanjut. Mungkin kesiapan anak tentang kematian baru sampai disitu. Biarkan anak memperoleh pengetahuan sesuai kesiapannya dan ia akan mulai mengumpulkan informasi yang bisa membantunya membentuk konsep kematian.
Ketika Anda sedang berduka, ekspresikan saja, jangan sembunyikan perasaan duka Anda dari anak-anak. Kalau Anda menyembunyikan ekspresi kesedihan, anak-anak akan menilai bahwa mengekpresikan kesedihan merupakan hal yang tidak baik. Rasa sedih dan kesepian merupakan perasaan yang wajar ketika kita kehilangan orang yang kita sayangi. Dengan melihat hal tersebut, anak-anak belajar yang nantinya juga bisa menunjukkan perasaan itu secara normal dan alamiah.
Pandangan anak-anak tentang kematian dibagi sebagai berikut:
Untuk anak usia pra sekolah 3-5 tahun
Untuk anak usia ini, kecemasan, kalau ada, adalah karena perpisahan dan bukan karena mengetahui finalitas kematian. Kebanyakan anak prasekolah ini sudah puas dengan penjelasan sederhana di mana orang yang meninggal itu tinggal, misalnya orang yang meninggal sekarang tinggal di surga, di makam/kuburan. Mereka punya kesadaran bahwa kehidupan orang itu sudah habis tapi anak-anak membandingkannya dengan orang tidur.
Untuk anak usia 5-10 tahun.
Antara umur 5-10 tahun, anak-anak mulai bisa mempersonifikasi kematian. Anak-anak pada tahap ini cenderung memandang kematian sebagai orang yang terpisah, misalnya sebagai "malaikat", "tulang belulang," dan sebagainya. Mereka tahu kalau kematian bersifat final, tapi mereka menganggapnya tidak berlaku umum. Dengan kata lain, mereka pikir kalau Anda berlari lebih cepat, atau "mengakali si pencabut nyawa" maka kita bisa menghindari kematian. Mereka juga percaya bahwa kematian itu tidak akan terjadi pada dirinya atau orang-orang yang dikenalnya.
Untuk anak usia 10 tahun keatas
Setelah lebih dari 10 tahun, anak-anak bukan hanya memahami kalau kematian itu final, tapi juga tidak bisa dielakkan. Konotasi kematian pada umur ini, pra-remaja, biasanya adalah kesedihan dan takut akan agresi. Kematian dianggap terutama sebagai perpisahan dan kesendirian atau takut akan tindakan kekerasan seseorang.
Pada tahap ini, fantasi atau magis mewarnai pikiran mereka mengenai kematian. Anak cenderung percaya bahwa berbagai kejadian berlangsung dalam cara tertentu karena pikiran seseorang. Misalnya, kalau dua orang anak bermain-main di pinggir jalan lalu salah seorang di antara mereka terserempet mobil, maka anak yang selamat akan punya perasaan bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kecelakaan itu. Begitu pula, jika salah seorang saudara kandungnya meninggal, anak sering percaya bahwa hal itu terjadi karena pikirannya atau karena ia telah berbuat nakal sehingga kakak/adiknya meninggal.
Reaksi 'normal' anak pada kematian
Anak-anak yang saudara atau orangtuanya meninggal akan sangat terkejut dan bingung. Apalagi, biasanya, pada saat itu tidak ada anggota keluarga yang bisa membantu mereka karena semuanya sama-sama terkejut dan berduka sehingga tak mampu bertanggung-jawab merawat anak-anak seperti biasanya.
Orang tua musti menyadari respon normal anak-anak terhadap kematian di dalam keluarganya, serta tanda-tanda bahaya. Menurut para psikolog anak dan remaja, relatif normal kalau sampai beberapa minggu setelah kematian keluarganya, anak-anak menganggap anggota keluarganya itu masih hidup. Namun kalau sampai berbulan-bulan anak ini masih menolak kematian itu atau menghindari rasa duka itu merupakan respon yang tidak sehat dan bisa menjadi gangguan yang lebih berat.
Seorang anak yang takut menghadiri upacara pemakaman jangan dipaksa untuk pergi. Namun sebaiknya ia mengikuti kegiatan kebaktian atau berdoa bersama, shalat jenasah atau shalat ghoib. Ia bisa ikut menyalakan lilin, berdoa atau mengunjungi tempat pemakaman.
Begitu anak-anak bisa menerima kematian, mereka akan menunjukkan perasaan sedih berulang kali dalam rentang waktu yang sangat panjang, dan acapkali pada saat-saat yang tidak terduga. Kerabat yang masih hidup musti meluangkan banyak waktu bersama dengan anak ini untuk meyakinkan bahwa ia bisa mengungkapkan perasaan-perasaannya secara terbuka dan bebas.
Jika orang yang telah mati memiliki posisi penting dalam stabilitas dunia anak-anak, reaksi alamiah anak-anak adalah marah. Kemarahan ini bisa ditunjukkan dalam permainan yang riuh, mimpi buruk, mengamuk atau banyak perilaku lainnya. Tidak jarang anak ini marah kepada anggota keluarga yang masih hidup.
Setelah salah seorang atau kedua orangtuanya wafat, banyak anak bertingkah lebih muda dari seharusnya alias kekanak-kanakan atau kebayi-bayian. Untuk sementara ia menjadi "bayi" kembali, minta disuapi, diberi perhatian berlebih, dielus, dan bicara seperti bayi.
Anak-anak yang masih kecil biasanya meyakini kalau merekalah penyebab apa yang terjadi di sekitar mereka. Anak kecil mungkin percaya kalau orangtua, kakek-nenek, atau saudaranya meninggal karena ia pernah "berharap" orang itu mati. Anak ini merasa bersalah karena keinginannya "menjadi kenyataan."
Tanda-tanda Bahaya
Karena itu, orang tua musti mewaspadai tanda-tanda bahaya seperti di bawah ini:
1. Masa depresi yang terlalu lama, di mana anak kehilangan minat pada kegiatan dan kejadian sehari-hari.
2. Sulit tidur, tidak berselera makan, terus menerus takut sendirian untuk waktu yang lama.
3. Bertingkah kebayi-bayian dalam waktu yang sangat lama.
4. Berlebihan menirukan orang yang meninggal. Mengulang-ulang pernyataan ingin ikut orang yang wafat.
5. Tidak mau berkawan dan bergaul lagi.
6. Prestasi sekolah menurun tajam atau malah tidak mau pergi sekolah.
Ini semua merupakan pertanda diperlukannya bantuan profesional. Psikolog atau psikiater anak bisa membantu anak ini untuk menerima kematian dan membantu keluarga dan kerabat lainnya supaya bisa menolong anak ini melewati proses berduka.
Mengatasi Rasa Bersalah pada Anak-anak
Rasa bersalah merupakan reaksi khas terhadap kematian, pada umur berapa pun, sehingga orang tua musti berhati-hati untuk tidak meremehkannya. Perasaan ini bisa sangat mempengaruhi kemampuan anak mengekspresikan dirinya dan untuk sembuh dari pikiran yang menyakitkan itu.
Orang tua musti menyadari bahwa pikiran anak bahwa ia "bertanggungjawab" atas kematian seseorang jangan sampai diabaikan begitu saja. Ungkapan mereka semacam itu musti didengar baik-baik, lalu menenangkan mereka bahwa kematian itu bukan kesalahan mereka. Orang tua juga musti mendorong anak untuk mengeluarkan seluruh perasaannya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memungkinkan dialog berlanjut.
Jawaban orang tua seperti "jangan aneh-aneh" atau "jangan salahkan dirimu" hanya akan membuat anak menyembunyikan rasa sakitnya. Pernyataan seperti itu sama sekali tidak akan meyakinkan anak bahwa ia bebas dari kesalahan.
Kehilangan adalah bagian integral proses kematangan anak. Tanpanya, kita akan gagal membangun fungsi mekanisma untuk mengatasi persoalan yang penting dalam membawa kita melewati berbagai krisis kehidupan.
Ingat, sebagai orang dewasa, kita memiliki kriteria yang berbeda dalam menghadapi kematian dan duka dibandingkan anak-anak atau remaja. Sebagian orang tua mungkin merasa kalau anaknya tidak berduka "secara normal." Kenormalan ini tak bisa diukur dengan memakai penggaris orang dewasa, tapi harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.
Sumber: okezone[dot]com (sedikit edit)
Mudah-mudahan bermanfaat!
tags: reaksi anak-anak pada kematian, memberikan pengertian tentang kematian sesuai usia anak, membantu mengatasi rasa sedih anak-anak akibat kematian, tanda anak yang bersedih secara berlebihan akibat kematian, tips untuk anak pada kematian
Baca juga:
Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tanda-tanda anak yang mengalami kelelahan.
Berikut ini artikel lengkap mengenai reaksi anak-anak terhadap kematian. Artikel ini juga untuk diriku sendiri yang masih belajar menjadi orang tua yang baik. Mudah-mudahan sudah bisa menjawab semua pertanyaan anak tentang kematian, kalaupun ada yang kurang silakan menulis di kolom komentar.
***
KETIKA terjadi kematian anggota keluarga, anak-anak sering menanggapinya dengan cara yang tidak terduga, membuat orang-orang dewasa bingung dan ragu-ragu bagaimana mendekati mereka untuk membantu mengatasi rasa dukanya. Karena anak-anak yang masih kecil kurang bisa menangkap konsep-konsep abstrak, kebanyakan psikolog perkembangan menganggap anak-anak yang umurnya kurang dari dua tahun belum bisa memahami konsep kematian.
Orang tua yang khawatir bagaimana mengatasi duka anak-anak musti memahami tahap-tahap perkembangan setiap anaknya. Lebih baik menjawab hanya pertanyaan yang anak-anak ajukan. Kita sering menganggap anak-anak meminta informasi lebih banyak daripada yang bisa mereka cerna.
Yakinkan pada anak bahwa Anda akan selalu ada pada saat mereka membutuhkan. Dengarkan pertanyaan mereka, jawablah dengan ringkas, jujur (sesuai kebenaran), bersikap terbuka. Kalau anak puas dengan jawaban Anda, tunggulah sampai ia bertanya lebih lanjut. Mungkin kesiapan anak tentang kematian baru sampai disitu. Biarkan anak memperoleh pengetahuan sesuai kesiapannya dan ia akan mulai mengumpulkan informasi yang bisa membantunya membentuk konsep kematian.
Ketika Anda sedang berduka, ekspresikan saja, jangan sembunyikan perasaan duka Anda dari anak-anak. Kalau Anda menyembunyikan ekspresi kesedihan, anak-anak akan menilai bahwa mengekpresikan kesedihan merupakan hal yang tidak baik. Rasa sedih dan kesepian merupakan perasaan yang wajar ketika kita kehilangan orang yang kita sayangi. Dengan melihat hal tersebut, anak-anak belajar yang nantinya juga bisa menunjukkan perasaan itu secara normal dan alamiah.
Pandangan anak-anak tentang kematian dibagi sebagai berikut:
Untuk anak usia pra sekolah 3-5 tahun
Untuk anak usia ini, kecemasan, kalau ada, adalah karena perpisahan dan bukan karena mengetahui finalitas kematian. Kebanyakan anak prasekolah ini sudah puas dengan penjelasan sederhana di mana orang yang meninggal itu tinggal, misalnya orang yang meninggal sekarang tinggal di surga, di makam/kuburan. Mereka punya kesadaran bahwa kehidupan orang itu sudah habis tapi anak-anak membandingkannya dengan orang tidur.
Untuk anak usia 5-10 tahun.
Antara umur 5-10 tahun, anak-anak mulai bisa mempersonifikasi kematian. Anak-anak pada tahap ini cenderung memandang kematian sebagai orang yang terpisah, misalnya sebagai "malaikat", "tulang belulang," dan sebagainya. Mereka tahu kalau kematian bersifat final, tapi mereka menganggapnya tidak berlaku umum. Dengan kata lain, mereka pikir kalau Anda berlari lebih cepat, atau "mengakali si pencabut nyawa" maka kita bisa menghindari kematian. Mereka juga percaya bahwa kematian itu tidak akan terjadi pada dirinya atau orang-orang yang dikenalnya.
Untuk anak usia 10 tahun keatas
Setelah lebih dari 10 tahun, anak-anak bukan hanya memahami kalau kematian itu final, tapi juga tidak bisa dielakkan. Konotasi kematian pada umur ini, pra-remaja, biasanya adalah kesedihan dan takut akan agresi. Kematian dianggap terutama sebagai perpisahan dan kesendirian atau takut akan tindakan kekerasan seseorang.
Pada tahap ini, fantasi atau magis mewarnai pikiran mereka mengenai kematian. Anak cenderung percaya bahwa berbagai kejadian berlangsung dalam cara tertentu karena pikiran seseorang. Misalnya, kalau dua orang anak bermain-main di pinggir jalan lalu salah seorang di antara mereka terserempet mobil, maka anak yang selamat akan punya perasaan bahwa dirinyalah yang menjadi penyebab kecelakaan itu. Begitu pula, jika salah seorang saudara kandungnya meninggal, anak sering percaya bahwa hal itu terjadi karena pikirannya atau karena ia telah berbuat nakal sehingga kakak/adiknya meninggal.
Reaksi 'normal' anak pada kematian
Anak-anak yang saudara atau orangtuanya meninggal akan sangat terkejut dan bingung. Apalagi, biasanya, pada saat itu tidak ada anggota keluarga yang bisa membantu mereka karena semuanya sama-sama terkejut dan berduka sehingga tak mampu bertanggung-jawab merawat anak-anak seperti biasanya.
Orang tua musti menyadari respon normal anak-anak terhadap kematian di dalam keluarganya, serta tanda-tanda bahaya. Menurut para psikolog anak dan remaja, relatif normal kalau sampai beberapa minggu setelah kematian keluarganya, anak-anak menganggap anggota keluarganya itu masih hidup. Namun kalau sampai berbulan-bulan anak ini masih menolak kematian itu atau menghindari rasa duka itu merupakan respon yang tidak sehat dan bisa menjadi gangguan yang lebih berat.
Seorang anak yang takut menghadiri upacara pemakaman jangan dipaksa untuk pergi. Namun sebaiknya ia mengikuti kegiatan kebaktian atau berdoa bersama, shalat jenasah atau shalat ghoib. Ia bisa ikut menyalakan lilin, berdoa atau mengunjungi tempat pemakaman.
Begitu anak-anak bisa menerima kematian, mereka akan menunjukkan perasaan sedih berulang kali dalam rentang waktu yang sangat panjang, dan acapkali pada saat-saat yang tidak terduga. Kerabat yang masih hidup musti meluangkan banyak waktu bersama dengan anak ini untuk meyakinkan bahwa ia bisa mengungkapkan perasaan-perasaannya secara terbuka dan bebas.
Jika orang yang telah mati memiliki posisi penting dalam stabilitas dunia anak-anak, reaksi alamiah anak-anak adalah marah. Kemarahan ini bisa ditunjukkan dalam permainan yang riuh, mimpi buruk, mengamuk atau banyak perilaku lainnya. Tidak jarang anak ini marah kepada anggota keluarga yang masih hidup.
Setelah salah seorang atau kedua orangtuanya wafat, banyak anak bertingkah lebih muda dari seharusnya alias kekanak-kanakan atau kebayi-bayian. Untuk sementara ia menjadi "bayi" kembali, minta disuapi, diberi perhatian berlebih, dielus, dan bicara seperti bayi.
Anak-anak yang masih kecil biasanya meyakini kalau merekalah penyebab apa yang terjadi di sekitar mereka. Anak kecil mungkin percaya kalau orangtua, kakek-nenek, atau saudaranya meninggal karena ia pernah "berharap" orang itu mati. Anak ini merasa bersalah karena keinginannya "menjadi kenyataan."
Tanda-tanda Bahaya
Karena itu, orang tua musti mewaspadai tanda-tanda bahaya seperti di bawah ini:
1. Masa depresi yang terlalu lama, di mana anak kehilangan minat pada kegiatan dan kejadian sehari-hari.
2. Sulit tidur, tidak berselera makan, terus menerus takut sendirian untuk waktu yang lama.
3. Bertingkah kebayi-bayian dalam waktu yang sangat lama.
4. Berlebihan menirukan orang yang meninggal. Mengulang-ulang pernyataan ingin ikut orang yang wafat.
5. Tidak mau berkawan dan bergaul lagi.
6. Prestasi sekolah menurun tajam atau malah tidak mau pergi sekolah.
Ini semua merupakan pertanda diperlukannya bantuan profesional. Psikolog atau psikiater anak bisa membantu anak ini untuk menerima kematian dan membantu keluarga dan kerabat lainnya supaya bisa menolong anak ini melewati proses berduka.
Mengatasi Rasa Bersalah pada Anak-anak
Rasa bersalah merupakan reaksi khas terhadap kematian, pada umur berapa pun, sehingga orang tua musti berhati-hati untuk tidak meremehkannya. Perasaan ini bisa sangat mempengaruhi kemampuan anak mengekspresikan dirinya dan untuk sembuh dari pikiran yang menyakitkan itu.
Orang tua musti menyadari bahwa pikiran anak bahwa ia "bertanggungjawab" atas kematian seseorang jangan sampai diabaikan begitu saja. Ungkapan mereka semacam itu musti didengar baik-baik, lalu menenangkan mereka bahwa kematian itu bukan kesalahan mereka. Orang tua juga musti mendorong anak untuk mengeluarkan seluruh perasaannya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memungkinkan dialog berlanjut.
Jawaban orang tua seperti "jangan aneh-aneh" atau "jangan salahkan dirimu" hanya akan membuat anak menyembunyikan rasa sakitnya. Pernyataan seperti itu sama sekali tidak akan meyakinkan anak bahwa ia bebas dari kesalahan.
Kehilangan adalah bagian integral proses kematangan anak. Tanpanya, kita akan gagal membangun fungsi mekanisma untuk mengatasi persoalan yang penting dalam membawa kita melewati berbagai krisis kehidupan.
Ingat, sebagai orang dewasa, kita memiliki kriteria yang berbeda dalam menghadapi kematian dan duka dibandingkan anak-anak atau remaja. Sebagian orang tua mungkin merasa kalau anaknya tidak berduka "secara normal." Kenormalan ini tak bisa diukur dengan memakai penggaris orang dewasa, tapi harus disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak.
Sumber: okezone[dot]com (sedikit edit)
Mudah-mudahan bermanfaat!
***
tags: reaksi anak-anak pada kematian, memberikan pengertian tentang kematian sesuai usia anak, membantu mengatasi rasa sedih anak-anak akibat kematian, tanda anak yang bersedih secara berlebihan akibat kematian, tips untuk anak pada kematian
Baca juga:
Tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tanda-tanda anak yang mengalami kelelahan.
salam sobat
ReplyDeletetrims sharingnya.
sangat menambah ilmu,reaksi anak2 pada kematian ini.
untuk anak saya yang usia diatas 10 tahun mba,,
Wah paparannya detil sekali. Sempat beberapa kejadian menimpa juga beberapa minggu ketika anak saya yang kedua meninggal. Anak saya yang paling besar ikut merasa bersalah karena mungkin ikut hanyut karena pembantu saya yang ikut merasa bersalah. Mungkin terpengaruh, namun alhamdulillah kembali normal setelah diberi pengertian dan dibuat acara-acara keluarga yang bikin melupakannya.
ReplyDeleteNamun juga sampai sekarang anak saya masih suka teringat walau frekuensinya jarang. Sering bilang begini "Andai Tsany masih ada, mungkin sekarang sudah bisa main PS sama saya", untuk yang satu ini gak masalah kali ya !!!
Terima kasih sekali Mbak atas paparan yang detil dan sangat serius untuk diperhatikan ini.
ReplyDeleteSalam sukses selalu :)
dapat wawasan baru lagi nih d sni...
ReplyDeletethanks ya ka...
@ mba Nura, makasih mba.
ReplyDelete@ yayat38, syukurlah kalau sudah terlewati, memang reaksi anak-anak berbeda-beda. Kalau pernyataan yang terakhir aku rasa masih wajar, membayangkan apabila main bersama.
@ arkasala, makasih.
Bener2 lengkap pembahasan di sini soal anak...
ReplyDeleteThanks sharingnya
benar mbak, sekarang anak2 udah kritis dan ngerti sekali
ReplyDeleteapalagi gara2 film kiamat 2012 itu, wah anak2 tanya terus tentang kiamat. kita2 jadi kerepotan menjelaskannya. thanx infonya ya
ReplyDeletesunggguh pelajaran yang sangat berarti buat saya nanti, terimakasih atas informasinya, jadi saya banyak belajar dari sini seputar dunia anak, lambat alun saya juga pasti akan mempunyai anak.
ReplyDeletejadi semua bimbingan disini adalah ilmu yang sangat berarti buat saya , yang masih belum memahami seputar dunia anak
salam
wah... saya lebih perhatikan di tanda tanda berbahaya diatas... semoga orang tua lebih respek terhadap tanda tanda diatas...
ReplyDeleteyg pasti ketakutan mbak
ReplyDeletehttp://freezipe.com
sangat lengkap sekali artikelnya, thanks ya mbak atas shringnya, salam sukses selalu
ReplyDeletesangat lengkap ... tapi mudah2an keturunanku kelak tidak meninggal di usia muda...Amin Ya Allah..
ReplyDeleteBiasanya anak di bawah 5 tahun akan lebih tenang saat mengetahui oerang tua atau saudaranya yang meninggal. Karena belum mengerti. Dan pada kondisi ini orang tua tidak perlu pusing mengarang cerita bohong (misalnya bapak lagi pergi jauuuuuuuuuh dsb), katakanlah sejujurnya. Orang tua saya (ibu, kakek dan nenek) saya mengatakan sejujurnya dan tidak pernah menutupi. Saat ayah saya meninggal di umur 3 tahun saya.
ReplyDeleteSaat remaja atau dewasa biasanya orang akan lebih sulit menerima kematian dari orang2 yang dicintainya, tapi lambat laun mereka juga akan menerima.
Arya Muhamad
Wach detail bgt mbak informasinya,btw bs dijadikan panutan bila ntar sdh memiliki momongan...:D
ReplyDeletesy mendapatkan banyak manfaat ketika baca artikel ini, bisa lebih tau n menyelami psikologis anak
ReplyDeletesalam
hill
nice posting..paparan diatas sudah cukup lengkap,buat menambah kekurangan saya pikir tdk ada lagi.makasih atas informasinya :)
ReplyDeleteAnak adalah buah hati Ayah dan Ibu, namun ketika anak beranjak besar, maka tidak sering anak menjadi nakal..ketika itu kita sering marah bahkan sampai membuatnya ketakutan...aku selalu mencium anak ku m'ba jika sudah demikian...thank's artikelnya.
ReplyDeleteTerima kasih artikelnya Bu, sangat membantu bersikap dihadapan anak saat ada kematian
ReplyDeleteanak2 memang sangat rentan untuk kondisi seperti ini...
ReplyDeleteUntuk sobat: s@ndhie, Osi, rumah blogger, sabirinnet, muksin, rangga, freezipe, heru, willyo, arya, Techno, hill, anita, hadi, kelirirenk, secangkir teh sekerat roti terima kasih untuk masukan dan komentar dari teman-teman semua. Komentar dari teman-teman sangat berarti untuk blog ini.
ReplyDeletePertanyaan anak-anak memang kadang bikin lieur Mbak..
ReplyDeletesudah lengkap paparan diatas.tinggal gmn cara kita menyampaikan pada anak kita.usahakan ciptakan bahasa yg simpel dan mudah dicerna bagi anak seusia mereka,jgn sampai terjadi suatu prasangka atau phobia buat si anak. ulasan yg sangat bagus mbak :)
ReplyDeletesalm kenal mbak
ReplyDeletesatu ulasan artikelnya yang sangat bermanfat
Wuih..mantap mbak artikenya..bisa buat nambah ilmu nich..
ReplyDeletenice post sob....
ReplyDeletexlink yuk, ur link added so add me ya!!!
Regards : PingugOblOg
Bener.. bener... Kita jangan sampai salah info kepada anak mengenai kematian. Karena akan dibawa di alam bawah sadar...
ReplyDeletemengingat kematian pada masa kanak2 menakutkan mbak..saya jadi teringat saat bunda meninggal di saat usia saya masih 12 tahun waktu itu...tak terbayangkan dan hampir seminggun saya tidak makan jug sll teringat truz..
ReplyDeleteMaaf Mbak, baru hadir lagi, blog saya kebakaran kemarin, mohon maklumnya ya :)
ReplyDelete..jadi ingat mati nh mba.. kita semua lagi ngantri ..
ReplyDeleteTFS :)
Bagus banget nih Mbak artikelnya, ngga ada yang perlu dikomentari lagi, sudah lengkap...
ReplyDeleteHalo Om ,, salam kenal ..,
ReplyDeletesaya ngajak tukeran link nih ,,
boleh nggak ,, :)
salam sobat
ReplyDeletewah ada yang mengira mba NARTI laki-laki nich,,
dipanggil om,,
trims mba ilmu dan sharingnya
sangat bermanfat.
susah memang menjelaskannya. Nice article.
ReplyDeleteUntuk sobat: Adrie, jhonson, abeng beng, winardi, adie, mas Edwin, sifa, arkasala, kakara, mba Lina, putra, mba Nura, Technomizer terima kasih komentarnya.
ReplyDeleteKematian adalah rahasia Allah SWT dan sangat dekat dengan kita.
Sangat sulit menjelaskan pada anak yang "ditinggal pergi" orang tuanya...
ReplyDeletemendengar posting dari temen sekalian aku sebenar nya sedih,kadang kita gak tau kpan ajal kita ataupun orang yang deket ma kita ,kadang kita selalu menjahati orang yang kita benci maupun yang kita sayang kita selalu menyakiti hati dan fisik mereka .padahal kita hidup didunia cman sekali kita juga gak mungkin ketemu dengan mereka lagi kecuali tuhan menghendakinya bahkan ada yang sampai membunuh itu malah lebih sadis lagi,sebenar nya kita adalah saudara yang saling menjaga sesama,melindungi,dan menyayangi tapi karena setan lah kita menjadi saling menghasut,membunuh,melemahkan satu sama lain,setan pernah berjanji kepada tuhan yang maha esa bahwa dia akan menyesatkan manusia dan menyeret manusia ikut masuk kedalam neraka bersama syaitan dengan cara apapun lewat satu kelemaan manusia yaitu nafsu,musuh kita bukan tetangga kita,temen kita,keluarga kita,suku lain,agama lain,bangsa or negara lain musuh kita cman satu syaitan yang akan membuat kita terjerumus.mangakanya ciri-ciri manusia yang pandai bukan karena dia lulusan s1,s2,s3 tapi orang yang bisa mengendalikan hawa nafsu mereka dan membahagiakan orang orang disekeliling kita wassalam
ReplyDelete@ adrie, iya benar sekali.
ReplyDelete@ bangsawan kere, terima kasih masukannya.
Alhamdulillah, tidak akan bingung lagi kalau anakku tanya tentang kematian! Nice Post..komplit!
ReplyDelete@ nuansa pena, terima kasih.
ReplyDelete